5 Pertanyaan Cobra Untuk PAUL AGUSTA

- May 11, 2022 -

Teks oleh Prima Rusdi
Foto dokumentasi Bengkel Akting Kuma

Tak terasa rubrik 5 Pertanyaan Cobra sudah memasuki usia ke lima setelah pertama hadir pada Mei 2017. Harapan kami, rubrik ini bisa memperkenalkan sekaligus mendukung keragaman profesi atau pilihan hidup yang dijalani secara produktif oleh para subyek. Sukur-sukur bisa jadi inspirasi atau bahan pertimbangan buat sahabat pembaca yang sedang menjajaki kemungkinan profesi apa yang dirasa paling sesuai bagi Anda.

Edisi 5 Pertanyaan Cobra kali ini menghadirkan sutradara film, penulis skenario, juga aktor PAUL AGUSTA yang telah aktif di dunia film Indonesia sejak 2003. Melakoni profesi “rangkap” mungkin cukup lazim di industri perfilman kita, tapi yang perlu dicatat adalah komitmen sejumlah pekerja film untuk ikut meningkatkan kapasitas SDM bidang film yang artinya merambah ke ranah pendidikan. Sebagian pekerja film ada yang mengajar sebagai dosen di sejumlah perguruan tinggi. Ada juga yang ikut menggagas berdirinya sekolah atau jurusan film, dan ada yang fokus pada aspek khusus seperti pelatihan akting yang ditekuni Paul Agusta dan kawan-kawan di BENGKEL AKTING KUMA sejak 2016. Bengkel Akting Kuma digagas oleh Paul Agusta antara lain bersama aktor Khiva Iskak dan sudah menghasilkan +-60an aktor profesional yang banyak kita kenal, seperti Jourdy Pranata, Agnes Naomi, dan Brigitta Cynthia. Berikut, obrolan Cobra dengan Paul Agusta.

*)Informasi lebih lanjut tentang Bengkel Akting Kuma bisa dilihat di Instagram @bengkelactingkuma dan bisa DM langsung di IG untuk informasi lebih lanjut.

1.Kenapa memutuskan untuk mendirikan Bengkel Akting Kuma (BAK-ed.)? Apa pendorongnya? Secara garis besar, apa metode pelatihan yang diterapkan di sini?

– Pada saat itu (2016), gue mulai merasa bahwa SDM seni peran yang berkualitas untuk film/audio visual kecil jumlahnya. Terasa aktor-aktornya “dia lagi dia lagi”. Gue dan Khiva merasa harusnya banyak yang untapped and untrained talent out there, yuk kita cari dan “bikin” talent-talent baru. Jadi kita berdua mulai Bengkel Akting Kuma.
– Metode yang kami ajarkan adalah kurikulum godogan sendiri yang diambil dari banyak sumber. BAK memiliki 6 orang mentor: gue (lebih ke teori dan bedah naskah), Khiva (fokus ke performance dan relasi ruang), Kiki Narendra (fokus ke olah rasa), Artasya Sudirman (fokus ke ketubuhan), Mian Tiara (performance dan olah vokal), dan Brigitta Cynthia (fokus ke bedah karakter, bedah naskah dan eksplorasi imaginasi). Elemen yang disampaikan para mentor berasal dari Stanislavsky, Meisner, Strasberg, Chekov, sampai ke Classical Training. Jadi lumayan luas sumbernya. Silabus kami cukup padat karena kami mengajar 10 sesi per batch dengan 5 jam per sesi.

2.Mana yang lebih tepat untuk menggambarkan “akting”, bakat atau keahlian? Mana yang lebih penting di antara keduanya?

I believe it’s a skill. Skill yang terbantu kalau memang ada bakat alami, tapi jika memang tidak punya bakat alami, ada skill dan tools yang bisa dipelajari untuk bisa jadi aktor.
Pada dasarnya, “bakat” tidak diperlukan.
-Di tiap sesi pertama BAK aku selalu bilang ada 5 unsur yg dibutuhkan untuk menjadi seorang aktor:
– kecerdasan rata2
– empati
observational skills
– keberanian
– kesabaran.
If you have those things, even just a little bit, you can be an actor.

3. Apakah pendidikan formal berpengaruh pada keberhasilan seorang aktor? Faktor apa yang bisa mendukung kemajuan seorang aktor (terutama di Indonesia)?

– Bisa sangat berpengaruh, karena it just makes you better at it dan lebih disiplin serta memiliki skill dan banyak tools yang akan mempermudah kerja sebagai aktor.
– Keberanian sih, harus muka tembok dan kulit tebal. Harus rajin networking, dan sebaiknya pandai self-promotion juga. Di era sosial media sekarang, karir seorang aktor bisa sangat terbantu dengan menggunakan Instagram contohnya sebagai “etalase” mereka, serta sebagai alat networking. Gunakan IG kalian untuk posting clips/photos dari karya-karya kalian atau bikin video monolog dan hal-hal seperti itu. True story, setiap kali aku diminta merekomendasikan aktor, dan aku kasih nama, pertanyaan pertama yang aku terima pasti “ada IGnya ga?” Social media is a great showcase for you as an actor.

4. Apa syarat-syarat utama yang perlu dimiliki untuk jadi aktor profesional dalam konteks Indonesia saat ini? Apa saran Anda bagi mereka yang ingin memulai karir sebagai aktor di Indonesia?

Skill, profesionalisme, attitude yang baik dan tidak sombong/angkuh, kemampuan bersosialisasi atau networking yang baik.
– Aku selalu menyarankan aktor baru untuk mulai dengan membangun jejaring dengan aktor-aktor lain. Itu alasan kenapa aku selalu menyarankan agar banyak ikut kelas akting, karena selain memperbanyak ilmu dan jenis tools yg bisa dipakai, tapi bisa bertemu dengan banyak aktor-aktor lain. Actors usually get the most casting info from other actors. Networking is essential. Selain itu, juga perbanyak kenalan mahasiswa film, akting di film mahasiswa berguna bukan hanya untuk mengasah skill-mu, but also to build future networks. The film students of today are the professional filmmakers of the future.

5. Menurut pengamatan Anda, apa kesamaan yang dimiliki sejumlah aktor profesional Indonesia yang berhasil/sukses?
 
Kerja keras, disiplin, profesionalisme, dan attitude yang bagus, tidak pernah meremehkan peran apapun yang mereka dapat meskipun kecil atau besar, dan tidak pernah berhenti belajar.