“A Roof Over Your Head” Solo Exhibition – Mella Jaarsma
- September 21, 2020 -
#curatedbyLIR
23 September – 19 October 2020 at Kedai Kebun Forum Yogyakarta
Part 1: 23 September 2020
16.00 – 17.00* Shelter Me (2005) & Wardrobe Robe (2009)
Part 2: 7 Oktober 2020
15.00 – 18.00* Bale I, Bale II (2018), The Constructor (2008), & presentation of work in progress (2020-2021)
I
Memperhatikan laju mobilitas orang-orang yang dengan mudahnya berpindah dari satu negara ke negara lain pada 10 tahun belakangan tak mungkin dilepaskan dari berkembangnya ilmu pengetahuan (teknologi) dan besarnya hasrat untuk mengalami, kemudian menaklukan jarak dan ruang. Apakah hasrat muncul selepas datangnya pengetahuan atau pengetahuan adalah cara untuk memenuhi hasrat, cukup susah untuk ditelisik jejaknya. Alih-alih semakin mahir mengatur dan menaklukan hasratnya, manusia justru semakin mahir mencari cara untuk memenuhi hasratnya. Hasrat untuk menaklukan ruang pun terasa dari bagaimana ruang-ruang tak bertuan perlahan ditaklukan dengan dalih untuk menjadikannya ruang hidup atau penunjang hidup modern. Kemudian, cara hidup modern yang berpusat pada manusia menjadi satu-satunya cara hidup yang kita pahami. Pengetahuan lama yang lebih lebih menitikberatkan pada keseimbangan dan keselaran alam pun seolah menjadi usang dan ditinggalkan.
Awal tahun 2020 menjadi titikmula yang memaksa manusia menjadi jauh lebih reflektif dari sebelumnya. Serentet krisis memaksa manusia memampatkan geraknya pada ruang yang jauh lebih sempit. Setelah menjadi sesuatu yang mapan, hasrat dan pengetahuan ditakar ulang. Manusia dipaksa menunda (atau bahkan menghilangkan) gagasan penaklukan jarak dan ruang. Ingatan tubuh memberontaki saat yang sama, alam menolak semua gestur tubuh manusia yang secara konsisten mengabaikan keseimbangan dan keselarasan.
II
Dengan diiringi berbagai kekacauan tersebut, kami pun mau tak mau merasakan keterbatasan ruang gerak. Keterbatasan ini membuat kami reflektif dan kemudian mencoba untuk lebih mengakrabi rumah sebagai tepat bernaung tubuh kami, dan tubuh sebagai tempat berdiamnya hasrat dan pengetahuan. Dalam situasi tersebut, kami mempersiapkan pameran dari Mella Jaarsma yang sebenarnya sudah kami rencanakan sejak akhir tahun lalu. Dalam latar situasi pandemi dan segala keterbatasannya, kami berkomunikasi dengan Mella. Dengan ingatan yang cukup tajam, serta dokumentasi dan arsip yang sangat rapi, terlihat perubahan sekaligus konsistensi Mella Jaarsma sebagai seniman yang memiliki ketertarikan pada gagasan tubuh melalui pilihan artistik yang mewujud dalam bentuk kostum. Lebih jauh, kami melihat pilihan artistik ini sebagai hal-hal yang menaungi tubuh. Layaknya sebuah bangunan yang dirancang untuk menjadi tempat bernaung manusia, karya-karya Mella Jaarsma diciptakan sebagai tempat bernaung tubuh-tubuh tersebut, yang tidak jarang menyinggung isu terkait identitas, ruang hidup, dan perpindahan.
Tubuh adalah tempat berdiamnya hasrat dan pengetahuan. Di saat yang sama, hasrat tubuh bukanlah kebutuhan tubuh. Untuk itu, Mella memilih untuk melihat kembali hal-hal yang dibutuhkan oleh tubuh, dan membayangkan tubuh sebagai bagian arsitektural yang penting dimana tubuh berfungsi sebagai ukuran dalam perancangan bangunan serta ruang hidup. “Shelter Me” dan Wardrobe Robe” kemudian menjadi dua karya yang hadir dalam bagian pertama dari pameran ini dimana keduanya berfokus pada kebutuhan tubuh untuk bernaung dan bertahan. “Shelter Me” secara khusus berfokus pada atap sebagai elemen utama untuk membicarakan perlindungan, yang dinilai sebagai bagian paling penting dalam konstruksi arsitektural sebuah bangunan secara fisik dan spiritual. “Wardrobe Robe” memilih untuk menanggalkan hasrat dekoratif pada ruang hidup (domestik) dan memampatkannya ke dalam kebutuhan-kebutuhan primer menggunakan ukuran tubuh. Dengan menggunakan tubuh sebagai ukuran utama, gagasan rumah atau tempat bernaung pun kemudian memiliki gestur yang dinamis dan mudah bergerak (berpindah).
III
Pemikiran mengenai tubuh sebagai elemen arsitektural yang penting dan ekologis sebenarnya dapat dilacak dalam prinsip Asta Kosala Kosali yang mengatur struktur tanah, bangunan, dan tempat ibadah berdasarkan anatomi tubuh kepala rumah tangga. Satuan yang digunakan berdasarkan perwujudan lahiriah dari rentangan tangan tuan rumah, panjang telapak kaki, lebar telapak kaki, dan ketinggian dari tanah ke lutut, tanah ke pusar, serta tanah ke ujung kepala. Kode ukuran ini dibuat berdasarkan kepercayaan Hindu di Bali dengan falsafah bahwa manusia merupakan bagian tak terpisahkan dari alam semesta.
Bagian dua dari pameran ini akan menampilkan dua karya Mella Jaarsma, “The Constructor” (2008), dan “Bale I, Bale II” (2018) yang secara detil melihat keterhubungan secara langsung antara arsitektural dengan proporsi tubuh manusia, dan bagaimana keduanya berpengaruh pada keseimbangan ekologi. Dalam karya “The Constructor”, Mella Jaarsma membayangkan dirinya sebagai bangunan permanen dengan membangun konstruksi bambu di sekelilingnya sebagai bentuk satir atas pembangunan masif dan penuh hasrat yang tidak berpihak pada keseimbangan alam. Karya “Bale I, Bale II” menjadi titik pijak awal Mella Jaarsma untuk menginvestigasi lebih dalam prinsip Asta Kosala Kosali. Secara berkelanjutan, investigasi ini juga akan mempresentasikan sketsa, catatan, dan proses penciptaan karya baru terkait hitungan di luar system matrik yang ditinjau ulang melalui prinsip Asta Kosala Kosali ini.
IV
Ketika kami melihat kembali keempat karya Mella Jaarsma, kami tak lagi hanya melihat gagasan tubuh namun juga keterhubungannya dengan gagasan arsitektural dan ekologi. Keterhubungan ini menjadi penting untuk dibicarakan kembali saat ini dimana hasrat manusia atas penaklukan jarak dan ruang tak terbendung, yang pada akhirnya menimbulkan beban lingkungan hidup yang besar. Melihat kembali pengetahuan-pengetahuan di masa lalu yang mungkin nyaris terlupakan bisa jadi sesuatu hal yang diperlukan saat ini. Seperti halnya membicarakan, mempelajari, dan menerapkan prinsip Asta Kosala Kosali sebagai pengetahuan masa lalu dalam keseharian masa kini menjadi penting. Meski manusia masih ditempatkan sebagai patokan ukuran namun keberadaan dan hitungan prinsip ini berpihak pada keselarasan dan keseimbangan atas alam. Alih-alih meletakkan hasrat manusia sebagai pusat dan hal yang mutlak harus terpenuhi, kebutuhan atas keselarasan antara diri, lingkungan, dan semesta menjadi titik penting dalam perjalanan manusia ke depannya.
#CuratedbyLIR adalah pameran yang dikurasi oleh LIR (Mira Asriningtyas dan Dito Yuwono). Kali ini LIR bekerjasama dengan Kedai Kebun Forum untuk membuat pameran tunggal dari Mella Jaarsma. Pameran ini merupakan tinjauan atas beberapa karya Mella Jaarsma dari tahun 2005 hingga sekarang.