5 Pertanyaan Cobra Versus Covid-19 Untuk Irma Hidayana (Lapor Covid-19)

- May 16, 2020 -

Oleh: Prima Rusdi

Memasuki bulan kelima tahun 2020, Majalah Cobra ingin mengajak pembaca untuk tidak menghindari percakapan seputar musuh kita bersama, Covid-19. Konon, ada ungkapan terkenal yang menganjurkan bila musuh kelewat tangguh untuk ditaklukkan, sila rangkul. Kita tentu enggan merangkul virus seganas Corona, namun demi menaklukkannya kita harus berpacu beberapa langkah lebih cepat darinya. Kemasan percakapan kami jamin tetap ringan dan ringkas sesuai dengan ramuan orisinil rubrik 5 Pertanyaan Cobra.

Untuk pengenalan edisi 5 Pertanyaan Cobra Versus Covid-19, kami hadirkan IRMA HIDAYANA, salah satu penggagas terbentuknya Lapor Covid-19. Platform pelaporan tentang Covid-19 ini aktif sejak 6 April 2020, dan diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia untuk memberikan informasi mengenai kesehatan personal maupun kerabatnya, atau melaporkan keramaian di sebuah wilayah, juga keluhan layanan kesehatan terkait Covid-19. Pelaporan bisa dilakukan melalui WhatsApp (nomor HP: 0812 93149546) dan Telegram. Kegiatan Lapor Covid-19 juga bisa diikuti melalui situs www.laporcovid19.org dan akun-akun sosial media mereka, antara lain IG @LaporCovid19.

Bagi pembaca yang tak asing dengan Irma Hidayana, kita pernah berbincang dengannya pada 5 Pertanyaan Cobra Untuk Irma Hidayana, 11 Februari 2017. Obrolan saat itu seputar isu nutrisi/geopolitik pangan (yang merupakan bidang Irma). Hari ini, mari kita melawan Covid-19 bersama Irma dan ‘pasukan’ Lapor Covid-19,

1. Berapa jumlah laporan yang diterima Lapor Covid-19 sejauh ini? Rata-rata ada berapa per hari?

Jumlah pelapor hingga hari ini (sejak awal April hingga 14 Mei 2020-ed.) sekitar 4000an. Tiap hari fluktuatif, kadang 50 laporan, kadang 150, dan pernah 1500an laporan yang masuk.

2. Langkah apa yang diambil pihak Lapor Covid-19 setelah menerima pengaduan/pelaporan?

Kami merangkum laporan warga dan menyampaikannya kepada pemerintah pusat dan beberapa pemerintah daerah yang selama ini sudah memiliki komitmen untuk berkolaborasi. Beberapa temuan juga kami sampaikan dalam konferensi pers, dengan harapan mendapat bantuan amplifikasi dari media tentang isu dan keluhan warga .

3. Apa yang HARUS DIKETAHUI/JADI PRIORITAS masyarakat saat ini dalam konteks Covid-19?

Bahwa kita harus percaya sains atau ilmu pengetahuan dan sejarah. Ilmu pengetahuan mengajari kita untuk berpikir waras dan menggunakan akal sehat kita untuk mencerna segala informasi terkait Covid-19. Ilmu pengetahuan juga memandu kita untuk belajar dari sejarah dan pengalaman pandemi sebelumnya. Dari sana, ilmu pengetahuan memandu kita untuk bisa memproyeksikan sebaran atau distribusi virus Corona ini melalui modelling matematika dan epidemiologi. Yang paling sederhana, physical distancing ini adalah hasil rekomendasi atas temuan ilmu pengetahuan tentang tindakan preventif supaya tidak terinfeksi virus Corona. Mari kita patuhi dan ikuti. Bukti nyata dari riwayat wabah dunia dan kejadian Covid-19 berbagai negara menunjukkan bahwa physical distancing membantu mengurangi laju penyebaran virus.

Tuhan membekali kita dengan akal budi yang bisa menavigasi pengambilan keputusan terbaik. Dengan memercayai ilmu pengetahuan, maka kita bersyukur atas berkah akal yang diberikan Tuhan kepada kita. Demikian pula mengaktivasi “budi” dalam diri kita, sangat penting untuk membangun kepedulian terhadap sesama. “Budi” akan mendorong kita untuk lebih peduli kepada kemanusiaan (kesehatan jiwa serta nyawa), moral, dan etik ketimbang urusan yang mementingkan sektor lain (misal ekonomi, politik, dll).

4. Adakah informasi/data temuan Lapor COVID-19 yang bisa jadi bahan pendukung untuk meyakinkan masyarakat menjaga kelangsungan “physical distancing”?

Sila cek pada tabel berikut:

Tabel di atas merupakan tabel tabulasi angka kematian terkait Covid-19 per tanggal 9 Mei 2020. (akan diperbarui 15 Mei 2020-ed). Sesuai acuan WHO, semua kematian yang menunjukkan gejala klinis mirip Covid-19 harus dihitung sebagai kematian Covid-19. Nah, yang warna kuning itu angka kematian ODP-PDP yang tidak dimasukkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai kasus kematian akibat Covid-19. Hanya kematian yang telah melewati/mendapatkan kesempatan tes PCR dengan hasil positiflah yang dihitung sebagai angka kematian Covid-19.

Jika dilihat dari tabel di atas, maka kematian yang tidak tercatat sebagai kematian Covid jauh lebih besar dibanding kematian positif Covid-19 yang selama ini disiarkan ke publik. Jadi, seolah angka kematiannya kecil. Ini jelas berbahaya. Jika mengikuti panduan WHO, maka jumlah kematian terkait Covid-19 kemungkinan sekitar tiga kali lebih besar dari apa yang selama ini diinformasikan secara resmi. Dengan angka yang kecil ini, masyarakat menjadi kurang paham dan mawas diri akan besarnya dampak mematikan dari Covid-19.

5. Bagaimana pendapat Lapor Covid-19 mengenai tes atas inisiatif pribadi/per-orangan? Perlukah dilakukan? Apa yang harus diperhatikan/menjadi bahan pertimbangan?

Sebaiknya kita semua sama-sama mengenal gejala Covid-19. Jika mengalami gejala yang mirip Covid-19, harus cepat mencari pertolongan medis agar segera dites. Tes Covid-19 yang paling akurat adalah tes molekuler atau PCR, bukan Rapid Test. Jadi nggak perlu ramai-ramai beli Rapid Test. Sebab Rapid Test ini hanya mendeteksi antibodi yang terbentuk karena terpapar infeksi virus. Dan antibodi tidak begitu saja langsung terbentuk ketika seseorang terpapar virus Corona. Perlu waktu beberapa hari untuk membangun antibodi paska terinfeksi. Tes PCR langsung mendeteksi adanya virus di dalam tubuh.